Rabu, 29 Desember 2010

Sri Tanjung














Dikisahkan, adalah Pangeran Sidapaksa salah seorangturunan Pandawa yang mengabdi pada Prabu Sulakrama di negeri Sindurejo. Pada suatu ketika Sidapaksa diutus seorang bangsawan yang bernama Tambapetra di desa Prangalas. Obat pesanan sang prabu memang tidak diperoleh malah Sidapaksa jatuh cinta pada putri sang bangsawan yang bernama Sri Tanjung. Sidapaksa berhasil mempersunting Sri Tanjung yang memang cantik dan rupawan. Kecantikan Sri Tanjung terdengar pula oleh sang prabu dan berminat untuk berbuat yang tidak senonoh. Dicarinya akal untuk memperdaya Sidapaksa dengan diutus ke khayangan dengan maksud supaya dibunuh para dewa sesuai dengan surat yang dibawakan. Memang di khayangan Sidapaksa sempat dihajar oleh para dewa dan hampir saja dibunuhnya. Pada saat-saat kritis Sidapaksa menyebut-nyebut nama Pandawa, akibatnya ia tidak jadi dibunuh karena sebenarnya ia adalah keluarga sendiri. Sidapaksa kembali dari khayangan dengan selamat. Sementara Sidapaksa berangkat ke khayangan prabu Sulakrama mencoba menggoda Sri Tanjung tetapi tidak berhasil. Merasa malu kemudian sang prabu menempuh jalan lain dengan memfitnah Sidapaksa. Dikatakan bahwa selama ia pergi ke khayangan istrinya telah berbuat serong. Fitnah ternyata berhasil membuat Sidapaksa kalap dan sebagai puncak kemarannya istrinya kemudian dibunuh. Diceritakan dalam perjalanan ke alam arwah roh Sri Tanjung naik ikan ( dalam versi lain diceritakan naik buaya putih ) menyeberangi sebuah sungai yang maha luas. Di sana ia bertemu dengan Betari Durga, karena belum waktunya meninggal maka oleh sang betari ia dihidupkan kembali ke desa Prangalas. Tersebutlah Sidapaksa yang mengetahui bahwa sebenarnya istrinya tidak bersalah sebagaimana diucapkan sesaat sebelum merenggang nyawa, menjadi sakit saraf dan hampir-hampir saja bunuh diri. Kemudian datanglah Betari Durga yang menyuruh Sidapaksa ke desa Prangalas untuk menemui Sri Tanjung. Terjadi kesepakatan, Sri Tanjung bersedia kembali asal Sidapaksa dapat memenggal kepala Pranu Sulakrama. Permintaan tersebut dapat dipenuhi bahkan kepala sang prabu dijadikan alas kaki ( kaset = bah. Jawa ) Sri Tanjung. Mereka kemudian hidup bahagia







Sabtu, 25 Desember 2010

Bubuksah-Gagang Aking


 Adalah 2 orang bersaudara masing-masing dikenali dengan Bubuksah dan Gagang Aking. Kedua bersaudara ini bertapa untuk mencapai tingkat kesempurnaan hidup. Caranya memang berbeda dalam melaksanakan "laku", Bubuksah makan segala makanan sehingga badannya gemuk sedangkan Gagang Aking menjauhi makan minum sehingga menjadi kurus kering. 

Pada suatu ketika Betara Guru mengutus Kalawijaya yang sebenarnya juga seorang dewa yang menyamar sebagai harimau putih untuk menguji kedua kakak beradik terdebut. Kalawijaya mengatakan menginginkan daging manusia, ketika permintaan ini disampaikan ke Gagang Aking serta merta ditolaknya dengan alasan tak ada gunanya memakan Gagang Aking yang kurus itu. Sedangkan Bubuksah menyediakan dirinya untuk dimakan harimau putih karena dalam menjalankan "laku" juga memakan segala jenis makanan dan juga binatang-binatang. Harimau putih kemudian menjelma kembali menjadi Kalawijaya, Bubuksah dinyatakan lulus dalam ujian. Setelah meninggalkan rokh Bubuksah didukung di atas tubuh harimau tersebut sementara Gagang Aking akhirnya bergelantung di ekornya saja.